Why An Apartment, Not A House? (Bilingual)

Last year, we finally decided to buy our first property. After surveying houses and apartments many times, having long discussions, and almost buying a house. We finally got to choose and stick to our first plan, we ended up buying an apartment (3 bedrooms, 2 bathrooms). Buying our first property is like looking for the right person to marry. We carefully took our time to think and consider whether it’s the right one or not. But, we actually found that property by mistake! We wanted to check another apartment nearby that has similar name, got lost, and turned into a new building that happened out to be our future property! 


ITWB - Property

A few months after our ‘first meet’, we received a follow-up message from the apartment marketing. They offered us a special method this time which was more interesting: it’s a suitable payment method for us. It made me think that we were probably meant to be ‘together’. It’s like God had a great plan and deliberately arranged for us to get lost. Honestly, I’m one of those people who avoids having any loan or installments from the banks. I prefer to save up before buying things, so this worked well for us. We then agreed to buy our apartment with cash installments directly to the developer, instead of doing installments to bank. We shared that good news to our family and best friends a few months after we signed the agreement(s). They seemed happy for us. However some of my best friends’ first reaction was:

“Why an apartment? Why didn’t you buy a house?”

Considering our apartment price is double that of a standard house (3 bed rooms, 2 bathrooms) in the suburbs. I kinda knew that we would get those questions, because most people thought a house is much better for a family with kids.

Don’t get me wrong, of course we also have a plan to buy a house one day, but not in Indonesia. Besides, I actually have a house under my name in my hometown that I inherited, so a house isn’t urgent for us. We plan to buy our first house in the UK, and it’s a big plan, with big preparations. We still need to save up much more for that. As a (quite) young couple, I think we did (quite) good so far. I will breakdown why we ended up choosing to buy an apartment here in Jakarta, instead of a house.


Apartment
Pros
1. The security - private access and 24/7 security.
2. The maintenance - they have an onsite team if things go wrong, and they keep the grounds and building clean. 
3. Facilities (Swimming pool, gym, garden, playroom, etc)
4. The location is strategic in South Jakarta (one of the best areas to live in Jakarta, and it’s like a stone’s throw from Daddy’s office).
5. Convenience - it is one floor and is easier to keep clean and maintain. 
6. No floods - we’re high enough up to avoid these blights. 
7. No mosquitoes, rats, or cockroaches - based on experience. 
8. The view - we see all around the city, and beyond. 
9. Rental value - all of the above contributes to this, which is great since we plan to move outside the country. 

Cons
1. No private garden or backyard.
2. The layout and exterior design are not as customizable as we would like.
3. The size of the unit is not upgradable, unless we buy the one next door.
4. Not suitable for big pets.
5. Earthquake - the building will be fine, but the swaying...

House
Pros
1. Private garden - kids can run and we can chill. 
2. We can upgrade the size, layout, interior and exterior design, etc.
3. More space in general.
4. Earthquake - easy to evacuate.
5. Suitable for any pets.

Cons
1. No facilities (swimming pool, gym, etc) 
2. No maintenance unless you do it yourself. 
3. The location is not in South Jakarta, but in suburbs. House with the standard size in the same location of the apartment is super expensive and rare.
4. More things to go wrong; Roof, garden, neighbors, windows etc. 
5. The security - even though residences have security, people still climb the walls. We travel often, so don’t need this hassle. Plus, people can’t climb apartments. 
6. Flood - unless there is good drainage, this would be an issue. 


At the end when we talk about where we live, we talk more about home. For me ‘home’ is not about the building, but it’s about the feeling and the memories we share. When we feel that we want to go back to rest and chill, surrounded by people we love and be loved by them, that’s home. If it comes to the city that we call ‘home’, as I grew up in Jakarta, as crazy, polluted, chaotic, and full of traffic as it is, I still love this city. That’s why having a property in Jakarta was one of my goals. I have so many good memories here with my family and friends. My second home is Makassar, because I was born there, both of my parents are from Sulawesi, and I once lived in Makassar for a few years. Since I’m married to Daddy Bear, his hometown also became my ‘home’. I always miss going back to Leicester, in the UK, as well. Daddy’s home is in the countryside so it is nice there. 

We were planning to go back this coming summer, however due to Covid-19 pandemic, we had to cancel our summer trip, and lost all the tickets money, to stay at home for the best (the travel agent refused to return our money, saying our tickets cannot be rescheduled due to them being promo tickets). Speaking of trips, since we travel at least twice a year, living in apartment does not make us worry when we leave our apartment to the UK, America, or where ever for weeks or more than a month. Because it’s always safer than leaving a house. Now, we are still living in a yearly rented apartment also in South Jakarta. We can’t wait to move into our own apartment this year, in December 2020. Hopefully everything goes according to plan! Amen.

——————————

Tahun lalu, kami akhirnya memutuskan untuk membeli properti pertama kami. Setelah mensurvei rumah dan apartemen berkali-kali, berdiskusi panjang, dan hampir membeli rumah. Kami akhirnya harus memilih dan tetap pada rencana pertama kami, akhirnya kami membeli apartemen (3 kamar tidur, 2 kamar mandi). Membeli properti pertama kami seperti mencari orang yang tepat untuk menikah. Kami dengan cermat meluangkan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan apakah itu tepat atau tidak.  Tapi, kami benar-benar menemukan properti itu tanpa sengaja! Kami ingin mengecek apartemen lain di dekatnya yang memiliki nama yang mirip, tersesat, dan mendatangi gedung baru yang menjadi properti masa depan kami!

Beberapa bulan setelah 'pertemuan pertama' kami, kami menerima pesan tindak lanjut dari pemasaran apartemen. Mereka menawarkan kepada kami metode khusus kali ini yang lebih menarik: metode pembayaran yang cocok untuk kami. Hal itu membuat saya berpikir bahwa kita mungkin dimaksudkan untuk 'bersama'. Sepertinya Tuhan punya rencana besar dan sengaja mengatur agar kita tersesat. Jujur, saya salah satu dari orang-orang yang menghindari pinjaman atau angsuran dari bank. Saya lebih suka menabung sebelum membeli barang, jadi metode ini cocok untuk kami. Kami kemudian setuju untuk membeli apartemen kami dengan angsuran tunai langsung kepada pengembang, alih-alih melakukan angsuran ke bank. Kami membagikan kabar baik itu kepada keluarga dan sahabat-sahabat kami beberapa bulan setelah kami menandatangani perjanjian. Mereka tampak bahagia untuk kami. Namun beberapa reaksi pertama teman baik saya adalah:

“Kenapa apartemen? Kenapa kamu tidak membeli rumah?”

Mengingat harga apartemen kami dua kali lipat dari rumah standar (3 kamar tidur, 2 kamar mandi) di pinggiran kota. Saya agak menyangka bahwa kami akan mendapatkan pertanyaan-pertanyaan itu, karena kebanyakan orang berpikir rumah jauh lebih baik untuk keluarga dengan anak-anak.

Jangan salah paham, tentu saja kami juga punya rencana untuk membeli rumah suatu hari, tetapi tidak di Indonesia.  Selain itu, saya sebenarnya memiliki rumah dengan nama saya di kampung halaman yang saya warisi, jadi rumah itu tidak mendesak bagi kami. Kami berencana untuk membeli rumah pertama kami di Inggris, dan ini adalah rencana besar, dengan persiapan besar. Kami masih perlu menabung lebih banyak untuk itu. Sebagai pasangan (yang cukup) muda, saya pikir sejauh ini kami melakukannya dengan cukup baik. Saya akan menjelaskan mengapa kami akhirnya memilih untuk membeli apartemen di Jakarta, bukan rumah.


Apartemen
Pro
1. Keamanan - akses pribadi dan keamanan 24/7.
2. Pemeliharaan - mereka memiliki tim sendiri jika ada yang salah, dan mereka menjaga lahan dan bangunan tetap bersih.
3. Fasilitas (Kolam renang, pusat kebugaran, taman, ruang bermain, dll)
4. Lokasi strategis di Jakarta Selatan (salah satu daerah terbaik untuk tinggal di Jakarta, dan sangat dekat dari kantor Daddy).
5. Kenyamanan - satu lantai dan lebih mudah untuk tetap menjaga kebersihan dan merawatnya.
6. Tidak ada banjir - kami cukup tinggi untuk menghindari penyakit ini.
7. Tidak ada nyamuk, tikus, atau kecoak - berdasarkan pengalaman.
8. Pemandangan - kita melihat seluruh kota, dan sekitarnya.
9. Nilai sewa - semua hal di atas berkontribusi pada hal ini, yang sangat bagus karena kami berencana untuk pindah ke luar negeri.

Cons
1. Tidak ada taman pribadi atau halaman belakang.
2. Tata letak dan desain eksterior tidak dapat disesuaikan sesuai keinginan kita.
3. Ukuran unit tidak dapat dibesarkan, kecuali kita membeli unit disebelah.
4. Tidak cocok untuk hewan peliharaan besar.
5. Gempa bumi - bangunan akan baik-baik saja, tetapi bergoyang...

Rumah
Pro
1. Taman pribadi - anak-anak dapat berlari dan kita bisa bersantai.
2. Kami dapat meningkatkan ukuran, tata letak, desain interior dan eksterior, dll.
3. Lebih banyak ruang pada umumnya.
4. Gempa bumi - mudah dievakuasi.
5. Cocok untuk hewan peliharaan.

Cons
1. Tidak ada fasilitas (kolam renang, pusat kebugaran, dll)
2. Tidak ada tim pemeliharaan kecuali kamu melakukannya sendiri.
3. Lokasi tidak di Jakarta Selatan, tetapi di pinggiran kota.  Rumah dengan ukuran standar di lokasi apartemen yang sama super mahal dan langka.
4. Banyak hal yang dapat rusak; Atap, taman, tetangga, jendela dll.
5. Keamanan - meskipun tempat tinggal memiliki keamanan, orang masih bisa memanjat tembok. Kami sering bepergian, jadi tidak perlu ribet. Ditambah lagi, orang tidak dapat memanjat apartemen.
6. Banjir - kecuali ada saluran pembuangan yang baik, ini akan menjadi masalah.


Pada akhirnya ketika kita berbicara tentang tempat tinggal kita, kita berbicara lebih banyak tentang ‘home’. Bagi saya 'rumah' bukan tentang bangunannya, tetapi tentang perasaan dan kenangan yang kita bagi bersama. Ketika kita merasa bahwa kita ingin kembali beristirahat dan bersantai, dikelilingi oleh orang-orang yang kita cintai dan dicintai oleh mereka, itu adalah rumah. Mengenai kota yang kami sebut sebagai 'rumah', karena saya dibesarkan di Jakarta, segila-gilanya, tercemar, kacau, dan lalu lintas macet, saya masih mencintai kota ini. Itulah sebabnya memiliki properti di Jakarta adalah salah satu keinginan saya. Saya memiliki begitu banyak kenangan indah di sini bersama keluarga dan teman-teman saya. Rumah kedua saya adalah Makassar, karena saya lahir di sana, kedua orang tua saya berasal dari Sulawesi, dan saya pernah tinggal di Makassar selama beberapa tahun. Karena saya menikah dengan Daddy Bear, kampung halamannya juga menjadi 'rumah' saya. Saya selalu kangen juga kembali ke Leicester, di Inggris. Rumah Daddy ada di pedesaan jadinya di sana masih indah.

Kami berencana untuk kembali musim panas mendatang, namun karena pandemi Covid-19, kami harus membatalkan perjalanan musim panas kami, dan kehilangan semua uang tiket, tinggal di rumah untuk yang terbaik (agen perjalanan menolak mengembalikan uang kami, mengatakan bahwa tiket-tiket kami tidak dapat dijadwalkan ulang karena merupakan tiket promo). Berbicara tentang perjalanan, karena kita melakukan perjalanan setidaknya dua kali setahun, tinggal di apartemen tidak membuat kita khawatir ketika kita meninggalkan apartemen kita ke Inggris, Amerika, atau di mana saja selama berminggu-minggu atau lebih dari sebulan. Karena selalu lebih aman daripada meninggalkan rumah. Sekarang, kami masih tinggal di apartemen sewaan tahunan juga di Jakarta Selatan. Kami tidak sabar untuk pindah ke apartemen kami sendiri tahun ini, pada Desember 2020. Semoga semuanya berjalan sesuai rencana! Amin.

Comments