I have just finished my evening workout session at home, Izzy is finally asleep, and it’s now been more than 3 weeks since Daddy Bear flew back to the UK. Mum’s funeral was a few days ago, on May 28, so now it's less than one week to go till he’s back with us. *fingers crossed* We miss him badly.
I've begun feeling super bored with every home activity I've done. I don’t feel like watching Netflix anymore (I didn’t even finish the last TV series I watched), I don’t feel like reading either (I left my last book in the toilet, and only read it once in a while), let alone writing on my blog. But hey, here I am, forcing myself to write. It’s still better than doing nothing, or do something that might harm ourselves or others.
1. The transmission is controlled.
2. Health system capacities are in place to detect, test, isolate and treat every COVID-19 case and trace every contact.
3. Outbreak risks are minimized in special settings like health facilities and nursing homes.
4. Preventive measures are in place in workplaces, schools and other places where it’s essential for people to go.
5. Importation risks can be managed.
6. Communities are fully educated, engaged and empowered to adjust to the “new norm”.
“My question is how many numbers above are ticked for Indonesia?”
As one of the largest populations in the world, most of Indonesia’s larger regions or cities are still in the first wave of this outbreak, not even near the peak yet. The number of confirmed COVID-19 cases in Indonesia is getting higher each day (more than 27k cases as of today). Although the Indonesian government announced that there are 102 regions or cities with zero COVID-19 cases (Green zones), they are allowed to start welcoming in the ‘New Normal’. Jakarta is not one of the green regions, however DKI Jakarta’s government will start opening the office areas under health protocol soon, step by step, and malls will be the last ones to reopen. I can’t imagine how chaotic and busy the malls will be if they re-open them soon! I don’t think we are ready for that one, and the impact would certainly be felt, and not in a good way.
As a working from home Mom, new normal doesn’t really affect my activities per se. I will still be at home most of time, although I will always try to be aware of my environment and always be clean(er). I will keep washing my hands with anti-bacterial soap and running water or hand sanitizer, always wear mask wherever I go (although I only go when it’s crucial, like buying groceries, etc. - even so, I prefer to do it online nowadays), social distancing, trying to keep healthy by working out regularly, eating healthy, and resting well.
I noticed that some people around me speak up their opinion whether they agree or disagree with the new normal, based on their personal situation, or rather for what’s better for them personally. There are always two sides of every injunction, whether we like it or not. I try to put myself in their shoes. I do understand why they thought it’s too soon to embrace the new normal, because that’s exactly what I thought as well. However as a citizen, I prefer to support our government and pray for every decision they make.
Some of my friends who still have the privileges of being employees of big companies or organizations seem to enjoy the Work From Home (WFH) lifestyle, as they could spend more time with their family, yet still receive their full-salary each month, and even received their full yearly bonus a few weeks before Eid. Their concern is probably their health (only), which is understandable. Some of them vocally raised their voice that the decision that the government made is too brave and injudicious - a premature decision based on the whims of the influential, not necessarily the scientists.
My other friends, some of whom are also housewives, also have the same opinions, they said Indonesia is not ready yet. Then I realized their families aren’t really affected financially by the current situation. On the other hand, my friends who are struggling with their business or financial situation thought it’s better to brace for the ‘New Normal’ sooner. They basically need to make some money and continue their lives. They seem ready for ‘New Normal’ despite risks. It aims to keep the economy running which is coherent.
I feel lucky that, thank God, I’m not really in the position of being upset whether we face the ‘New Normal’ sooner or later here in Jakarta. I mean I don’t go out working regardless. I will still be at home, and I just need to be more selective with my outdoor activities. Izzy Bear is still 19 months old, she is too young to go to school, thus she also does not need to go out, and Daddy Bear is still on his summer break until July 2020. My main concern is how the people with severe diseases, or the ones who are very likely to get the virus will cope with the ‘New Normal’. I really wish the government will give them a chance to still WFH.
Daddy is from the UK, as has already been established. He said his point of view on things is a little different, and the idea of the ‘New Normal’ still hasn't been fully realized in the UK. The government there aren't really sure what it means yet, because they neither have the knowledge, nor the means to enforce any kind of big, societal level change. Boris Johnson, the Prime Minister of the UK, is facing an uphill battle just to get people to stay in-doors, and to clarify the simple things, such as social distancing, or the importance of isolating. What chance does the UK have of grasping a 'New Normal' any time soon? And if the UK can’t handle it, does Indonesia really have much of a chance? According to Daddy, there is little chance. He puts it down to one simple fact: human selfishness. People will do what they want, when they want, how they want, and as long as they're happy about it, then who cares?
The 'New Normal' might actually work in Indonesia, but some people really are like that, which is a shame, and is why so many places are now experiencing their 'second waves', where the pandemic comes back for another bite of the human population.
Stay healthy, folks! x
——————————
Saya baru saja menyelesaikan sesi latihan olahraga malam saya di rumah, Izzy akhirnya tertidur, dan sekarang sudah lebih dari 3 minggu sejak Daddy Bear terbang kembali ke Inggris. Pemakaman ibu mertua sudah dilakukan beberapa hari yang lalu, pada tanggal 28 Mei, jadi sekarang kurang dari seminggu lagi sampai dia kembali bersama kami. *Jari-jari menyilang* Kami sangat merindukannya.
Saya mulai merasa sangat bosan dengan setiap kegiatan di rumah yang telah saya lakukan. Saya tidak ingin menonton Netflix lagi (saya bahkan tidak menyelesaikan serial TV terakhir yang saya tonton), saya juga tidak ingin membaca (saya membuka buku terakhir saya di toilet, dan hanya membacanya sesekali), boro-boro menulis di blog saya. Tapi hei, saya di sini, memaksakan diri saya untuk menulis. Masih lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa, atau melakukan sesuatu yang dapat membahayakan diri kita atau orang lain.
Ngomong-ngomong, 'PSBB' Jakarta (Pembatasan Sosial Berskala Besar) akan berakhir besok, tanggal 4 Juni 2020. Kita telah mulai membicarakan tentang istilah baru 'Normal Baru', yang akan menggantikan PSBB dan akan diterapkan di zona hijau Jakarta mulai tanggal 5 Juni 2020. Gubernur Jakarta, Anies Baswedan menyatakan bahwa mereka akan melanjutkan 'PSBL' (Pembatasan Sosial Berskala Lokal) untuk zona merah. Normal baru yang sering digunakan sebagai istilah dalam bisnis dan ekonomi, dan sekarang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang telah mulai menggunakan istilah yang sama dalam penggunaan pandemi COVID-19. Ini adalah saran strategis baru untuk negara-negara yang telah menerima saran berikut yang saya baca dari weforum.org:
1. Transmisi terintegrasi.
2. Kapasitas sistem kesehatan yang tersedia dapat dideteksi, teruji, isolasi, dan selesaikan setiap kasus COVID-19 dan dilakukan pelacakan setiap kontak.
3. Risiko wabah diminimalkan dalam pengaturan khusus seperti fasilitas kesehatan dan panti jompo.
4. Tindakan pencegahan dilakukan di tempat kerja, sekolah, dan tempat lain di mana penting bagi orang untuk pergi.
5. Risiko penting dapat dikendalikan.
6. Masyarakat sepenuhnya terdidik, dilibatkan dan diberdayakan untuk menyesuaikan diri dengan "norma baru".
"Pertanyaan saya berapa banyak angka di atas telah tercentang untuk Indonesia?"
Sebagai salah satu populasi terbesar di dunia, sebagian besar wilayah atau kota besar Indonesia masih dalam gelombang pertama wabah ini, bahkan belum mencapai puncaknya. Jumlah kasus COVID-19 yang meningkat di Indonesia semakin tinggi setiap hari (lebih dari 27k kasus pada hari ini). Meskipun demikian, pemerintah Indonesia mengumumkan ada 102 wilayah atau kota dengan nol kasus COVID-19 (zona hijau), mereka diizinkan untuk mulai menyambut 'Normal Baru'. Jakarta bukan salah satu wilayah hijau, namun pemerintah DKI Jakarta akan segera memulai membuka kantor di bawah protokol kesehatan, langkah demi langkah, dan mal akan menjadi yang terakhir dibuka kembali. Saya tidak dapat membayangkan betapa rusuhnya dan sibuknya mal-mal jika mereka kembali dibuka segera! Saya tidak berpikir kita siap untuk itu, dan akibatnya pasti akan terasa, dan tidak dengan cara yang baik.
Sebagai ibu yang bekerja dari rumah, normal baru tidak terlalu memengaruhi aktivitas saya. Saya akan tetap di rumah sebagian besar waktu, namun saya akan selalu berusaha untuk memperhatikan lingkungan saya dan selalu (lebih) bersih. Saya akan terus mencuci tangan dengan sabun anti-bakteri dan air mengalir atau pembersih tangan, selalu memakai masker ke mana pun saya pergi (Meskipun saya hanya keluar ketika itu sangat krusial, seperti membeli bahan makanan, dll. - Itupun saat ini saya lebih suka berbelanja online), menjaga jarak aman sosial, berusaha selalu sehat dengan berolahraga, makan sehat, dan istirahat dengan baik.
Saya memperhatikan beberapa orang di sekitar saya menyuarakan pendapat mereka apakah mereka setuju atau tidak setuju dengan normal baru, berdasarkan diskusi pribadi mereka, atau lebih membahas tentang apa yang lebih baik bagi mereka secara pribadi. Selalu ada dua sisi dari setiap keputusan, apakah kita suka atau tidak. Saya mencoba menempatkan diri pada posisi mereka. Saya mengerti mereka berpikir terlalu dini untuk merangkul normal baru, karena hal itu yang sempat saya pikirkan juga. Namun sebagai warga negara, saya lebih memilih untuk mendukung pemerintah kita dan berdoa untuk setiap keputusan yang mereka buat.
Beberapa teman saya yang mendapatkan keuntungan sebagai karyawan untuk perusahaan atau organisasi besar sepertinya menikmati gaya hidup Kerja Dari Rumah (WFH), karena mereka dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga mereka, namun masih menerima dana penuh untuk setiap bulan, dan menerima bonus tahunan penuh mereka beberapa minggu sebelum lebaran. Kekhawatiran mereka mungkin (hanya) pada kesehatan mereka, yang mana hal itu dapat dipahami. Beberapa di antara mereka dengan suara keras menyuarakan tentang keputusan yang dibuat oleh pemerintah terlalu berani dan gegabah - keputusan prematur berdasarkan keinginan para penguasa, belum tentu para peneliti.
Teman-teman saya yang lain, beberapa di antara mereka adalah ibu rumah tangga, juga memiliki pendapat yang sama, mereka mengatakan Indonesia belum siap. Kemudian saya memahami bahwa keluarga mereka tidak benar-benar terdampak secara finansial oleh situasi saat ini. Di sisi lain, teman-teman saya yang berjuang dengan bisnis atau keuangan mereka merada lebih baik untuk segera dilaksanakan 'Normal Baru'. Mereka pada akhirnya perlu uang dan melanjutkan hidup mereka. Mereka siap untuk 'Normal Baru'. Ini untuk membantu ekonomi agar tetap berjalan yang mana itu koheren.
Saya merasa beruntung karena puji syukur, saya tidak dalam posisi benar-benar kesal apabila 'Normal Baru' dilaksanakan segera atau nanti di Jakarta. Diharapkan, saya tidak akan pergi bekerja. Maksud saya, saya kan masih akan tetap di rumah, dan saya hanya perlu lebih selektif dengan kegiatan luar saya. Izzy Bear masih berusia 19 bulan, dia masih terlalu muda untuk ke sekolah, jadi dia juga tidak perlu keluar, dan Daddy Bear masih libur musim panas sampai Juli 2020. Kekhawatiran utama saya ada pada orang-orang yang memiliki penyakit bawaan berat, atau orang-orang yang kemungkinan mudah untuk terpapar, bagaimana cara mereka mengatasi 'Normal Baru'. Saya sangat berharap pemerintah akan tetap memberikan mereka kesempatan untuk tetap bekerja dari rumah.
Daddy berasal dari Inggris, seperti yang telah diketahui. Dia mengatakan pandangannya yang sedikit berbeda tentang hal-hal tersebut, dan berpendapat ‘Normal Baru’ masih belum sepenuhnya terwujud di Inggris. Pemerintah di sana belum benar-benar yakin apa yang dimaksud, karena mereka tidak memiliki pengetahuan, atau fasilitas untuk menegakkan segala jenis perubahan tingkat masyarakat yang besar. Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris, berjuang melawan kesulitan hanya untuk membuat orang tetap di rumah, dan untuk meyakinkan akan hal-hal sederhana, seperti menjaga jarak sosial, atau manfaat isolasi. Peluang apa yang diperoleh Inggris dalam meraih 'Normal Baru' dalam waktu dekat? Dan jika Inggris tidak bisa, apakah Indonesia benar-benar memiliki banyak peluang? Menurut Daddy, peluangnya sedikit. Ia menempatkannya pada satu fakta sederhana: keegoisan manusia. Orang-orang akan melakukan apa yang mereka inginkan, kapan saja mereka mau, bagaimana mereka mau, dan selama mereka bahagia tentang itu, lalu siapa yang peduli?
'Normal Baru' mungkin dapat berjalan di Indonesia, tetapi beberapa orang memang seperti itu, yang mana sangat disayangkan, dan itu karenanya sekarang begitu banyak tempat yang mengalami 'gelombang kedua', di mana pandemi kembali lagi untuk memangsa populasi manusia.
Tetap jaga kesehatan, pembaca! x
Comments
Post a Comment