Hello!
We were enjoying our breakfast when daddy started sharing about the news he was currently reading on the BBC news. He was so annoyed by the headline:
Kami sedang menikmati sarapan ketika daddy mulai berbagi tentang berita yang sedang dia baca di berita BBC. Dia sangat kesal dengan tajuk utama:
"'Micro-assault' karena salah mengucapkan nama"
Kami berdiskusi cukup lama tentang ini; daddy berfikir saat ini orang-orang menjadi sangat lembek. Saya awalnya setuju dengannya, karena kami melihat kasus ini dari kacamata kami sendiri. Namun, saya mencoba untuk memikirkan secara mendalam atas nama orang lain. Saya merasa masih terlalu dini untuk menilai mengapa orang-orang itu menganggapnya sebagai masalah besar. Mungkin orang yang memulainya memiliki pengalaman yang lebih buruk dari kami. Selain itu, untuk tingkat masyarakat tertentu, mungkin dianggap tidak sopan jika kamu tidak niat mencari tahu cara mengucapkan nama orang lain bahkan sebelum kamu bertemu langsung dengan mereka.
Berdasarkan pengalaman kami, sejak daddy pindah ke Indonesia, orang asing sering salah melafalkan namanya, mereka juga salah menuliskan namanya. Misalnya: Nic, Nik, Nike, atau bahkan Jack. Mereka memanggilnya Niks, Nayk, Nich, dan seterusnya. Itu terjadi ketika dia bertemu orang yang (mungkin) tidak berpendidikan, itulah mengapa dia tidak pernah tersinggung. Saya terkadang tidak mengerti bagaimana orang masih salah, saya merasa Nick adalah nama Barat yang umum. Bagaimanapun, bahkan di Inggris, orang juga salah mengeja nama belakang kami. Kita adalah manusia yang juga berurusan dengan manusia, dan manusia melakukan kesalahan. Kami hanya memilih untuk tidak menganggapnya sebagai masalah besar.
Beberapa orang juga salah mengucapkan nama saya, beberapa orang salah mengeja nama saya, tapi saya tidak tersinggung. Nama panggilan Indonesia saya adalah Kiki atau Kikan, teman-teman sekolah saya memanggil saya dengan nama bayi saya yaitu 'Kiki' (sebagaimana orang tua dan keluarga memanggil saya). Teman-teman Indonesia saya yang lain memanggil saya Kikan. Di Indonesia, terkadang nama panggilan kita bukanlah nama depan atau nama tengah kita. Sebenarnya, nama saya berasal dari huruf nama tengah saya, dan itu bercampur dengan nama saya yang lain. Ini rumit untuk dijelaskan. Bagaimanapun, saya lebih nyaman memperkenalkan nama saya dengan menggunakan nama depan saya kepada kenalan, teman, atau kolega asing saya. Jadi saya sebut Lina (Beberapa orang salah mengejanya menjadi Lena), lebih mudah diucapkan untuk mereka. Saya pada dasarnya mengantisipasi sebelum orang salah dengar nama saya, mengira nama saya chicken (ayam) atau semacamnya, karena seirama dengan Kikan. Haha.
Saya selalu mencoba mengucapkan dan mengeja nama orang lain dengan benar, terutama dalam situasi formal. Saya bahkan menyimpan nama lengkap orang di kontak ponsel saya bersama dengan nama panggilan mereka, jika perlu. Ini tentang menjadi detail, bagi saya itu. Ngomong-ngomong, di Indonesia juga wajar tidak punya nama belakang. Sama seperti nama saya, orang tua saya tidak mencantumkan nama belakang saya di akta kelahiran saya. Jadi nama ketiga saya secara teknis bukanlah nama belakang saya yang saya warisi. Beberapa orang di negara saya bahkan hanya bernama satu kata, tanpa nama tengah dan nama belakang. Sejujurnya saya tidak tahu mengapa orang tua mereka tampak tidak bersemangat untuk memberikan mereka nama.
Tapi kemudian, saya kira kita perlu menempatkan diri kita pada posisi orang lain. Dalam hal penamaan anak, mungkin ada arti penting dalam menghilangkan nama tengah atau nama keluarga. Dalam hal nama unik, kita perlu berpikir apakah 'mengapa' mereka melakukannya. Kita juga perlu ingat bahwa beberapa orang sedikit lebih sensitif tentang nama mereka. Sama halnya, orang perlu berhenti menertawakan apa yang disebut nama 'unik' orang lain. Beberapa orang hanya perlu menjelaskan cara pengucapan nama mereka. Terutama jika kamu memiliki nama yang unik, atau nama yang didasarkan pada budaya: tidak semua orang tahu cara mengucapkannya. Kita juga tidak bisa mengharapkan orang untuk memahami segalanya dengan benar. Kita mungkin perlu menjelaskan nama kita sebelumnya, mungkin mengantisipasi pengucapan yang salah, atau tidak memberi mereka kesempatan untuk mengolok-olok nama kita. Di sisi lain, beberapa orang juga perlu mengkonfirmasi dengan bertanya, sebelum mengucapkan nama orang lain, dan penerima tidak perlu tersinggung jika seseorang mencoba! Pada dasarnya kita hanya perlu mencoba memahami posisi orang lain. Mungkin orang-orang perlu mencoba memahami isyarat sosial juga, dan berhati-hati.
“The ‘micro-assault’ of mispronouncing a name”
We had a quite long discussion about this; daddy thought people are getting so soft nowadays. I initially agreed with him, as we saw this case from our own glasses. However, I tried to think deeply on other people’s behalf. I feel like it’s a little too early to judge why those people make it as a big deal. Maybe the people who initiated it have just had worse experiences than us. Plus, for certain levels of society, maybe it comes as disrespectful if you don’t even bother to find out how to pronounce other people’s names before you even meet them in person.
Based on our experience, ever since daddy moved to Indonesia, strangers often pronounce his name wrong, they also write his name incorrectly. For example: Nic, Nik, Nike, or even Jack. They called him Niks, Nayk, Nich, and so on. That happened when he encountered (perhaps) uneducated people, that was why he never took it personally. I sometimes don’t get how people still get it wrong, I feel like Nick is a common Western name. Anyway, even in the UK, people also mispronounced our last name. We are humans who also deal with humans, and humans make mistakes. We just choose not to take it as a big deal.
Some people also pronounce my name wrong, some people misspell my name, but I don’t get offended per se. My Indonesian nickname is Kiki or Kikan, my school friends called me by my baby name which is ‘Kiki’ (How my parents and family call me). My other Indonesian friends call me Kikan. In Indonesia, sometimes our nickname is not our first name or middle name. In fact, mine is from my middle name letters, and it mixed with my other name. It’s complicated to explain. Anyway, I’m more comfortable to introduce my name by using my first name to my foreigner acquaintances, friends or colleagues. So I go by Lina (some people misspell it to Lena), it’s easier to pronounce for them. I basically anticipated before people misheard my name, thought that my name is chicken or something, since it rhymes to Kikan. LOL.
I always try to pronounce and spell other people’s names correctly, especially in formal situations. I even saved people’s full names on my phone contacts along with their nick names, if necessary. It’s about being detailed, for me that is. Speaking of which, In Indonesia, it’s also normal not to have last name. Just like my name, my parents did not put my last name on my birth certificate. So my third name is technically not my last name that I inherited. Some people in my country even only have one word name, without a middle name and last name. I honestly have no idea why their parents seemed unexcited to name them.
But then, I suppose we need to put ourselves in other people’s shoes. When it comes to naming children, maybe there IS significance in omitting middle names or family names. When it comes to unique names, we need to think if the ‘why’ they did so. We also need to remember that some people are a little bit more sensitive about their names. Equally, people need to stop laughing at other people’s so-called ‘unique’ names. Some people just need to explain how to pronounce their names. Especially if you have a unique name, or culturally grounded name: not everybody knows how to pronounce them. We cannot expect people to get everything right either. We maybe need to explain our names beforehand, perhaps anticipating wrong pronunciation, or don’t give them a chance to make fun of our names. On the other hand, some people also need to confirm by asking, before pronouncing other people’s names, and the recipient needs to not be offended if someone tries! We essentially just need to try to understand other people’s positions. Perhaps people need to try to understand social cues too, and be conscientious.
That’s also a lesson learned for us as parents. We need to think ahead, before deciding to give unique names to our children. Some people inherited their family cultural surname or last name, therefore they have no options, yet some people just choose to be creative or even over-creative, and give their kids the unique names. It’s everyone’s right, it’s not wrong at all, as long as we understand the consequences that our kids might encounter in society, even more-so if they deal with the international community.
However using ‘Micro-assault’ is a little bit too strong for me. That was also what bothered daddy the most. Why do they have to call it an assault? In his words it means something much more violent, and much more deliberate. It doesn’t really take into account that people sometimes genuinely don’t know how to pronounce other people’s names, and accidentally pronounce it wrong. It also puts a slip like saying a name wrong into the same kind of category as a slap, or push. Ultimately, people really need to relax a bit. A name is personal, but there’s no need to take it so personally.
——————————
Halo!
Kami sedang menikmati sarapan ketika daddy mulai berbagi tentang berita yang sedang dia baca di berita BBC. Dia sangat kesal dengan tajuk utama:
"'Micro-assault' karena salah mengucapkan nama"
Kami berdiskusi cukup lama tentang ini; daddy berfikir saat ini orang-orang menjadi sangat lembek. Saya awalnya setuju dengannya, karena kami melihat kasus ini dari kacamata kami sendiri. Namun, saya mencoba untuk memikirkan secara mendalam atas nama orang lain. Saya merasa masih terlalu dini untuk menilai mengapa orang-orang itu menganggapnya sebagai masalah besar. Mungkin orang yang memulainya memiliki pengalaman yang lebih buruk dari kami. Selain itu, untuk tingkat masyarakat tertentu, mungkin dianggap tidak sopan jika kamu tidak niat mencari tahu cara mengucapkan nama orang lain bahkan sebelum kamu bertemu langsung dengan mereka.
Berdasarkan pengalaman kami, sejak daddy pindah ke Indonesia, orang asing sering salah melafalkan namanya, mereka juga salah menuliskan namanya. Misalnya: Nic, Nik, Nike, atau bahkan Jack. Mereka memanggilnya Niks, Nayk, Nich, dan seterusnya. Itu terjadi ketika dia bertemu orang yang (mungkin) tidak berpendidikan, itulah mengapa dia tidak pernah tersinggung. Saya terkadang tidak mengerti bagaimana orang masih salah, saya merasa Nick adalah nama Barat yang umum. Bagaimanapun, bahkan di Inggris, orang juga salah mengeja nama belakang kami. Kita adalah manusia yang juga berurusan dengan manusia, dan manusia melakukan kesalahan. Kami hanya memilih untuk tidak menganggapnya sebagai masalah besar.
Beberapa orang juga salah mengucapkan nama saya, beberapa orang salah mengeja nama saya, tapi saya tidak tersinggung. Nama panggilan Indonesia saya adalah Kiki atau Kikan, teman-teman sekolah saya memanggil saya dengan nama bayi saya yaitu 'Kiki' (sebagaimana orang tua dan keluarga memanggil saya). Teman-teman Indonesia saya yang lain memanggil saya Kikan. Di Indonesia, terkadang nama panggilan kita bukanlah nama depan atau nama tengah kita. Sebenarnya, nama saya berasal dari huruf nama tengah saya, dan itu bercampur dengan nama saya yang lain. Ini rumit untuk dijelaskan. Bagaimanapun, saya lebih nyaman memperkenalkan nama saya dengan menggunakan nama depan saya kepada kenalan, teman, atau kolega asing saya. Jadi saya sebut Lina (Beberapa orang salah mengejanya menjadi Lena), lebih mudah diucapkan untuk mereka. Saya pada dasarnya mengantisipasi sebelum orang salah dengar nama saya, mengira nama saya chicken (ayam) atau semacamnya, karena seirama dengan Kikan. Haha.
Saya selalu mencoba mengucapkan dan mengeja nama orang lain dengan benar, terutama dalam situasi formal. Saya bahkan menyimpan nama lengkap orang di kontak ponsel saya bersama dengan nama panggilan mereka, jika perlu. Ini tentang menjadi detail, bagi saya itu. Ngomong-ngomong, di Indonesia juga wajar tidak punya nama belakang. Sama seperti nama saya, orang tua saya tidak mencantumkan nama belakang saya di akta kelahiran saya. Jadi nama ketiga saya secara teknis bukanlah nama belakang saya yang saya warisi. Beberapa orang di negara saya bahkan hanya bernama satu kata, tanpa nama tengah dan nama belakang. Sejujurnya saya tidak tahu mengapa orang tua mereka tampak tidak bersemangat untuk memberikan mereka nama.
Tapi kemudian, saya kira kita perlu menempatkan diri kita pada posisi orang lain. Dalam hal penamaan anak, mungkin ada arti penting dalam menghilangkan nama tengah atau nama keluarga. Dalam hal nama unik, kita perlu berpikir apakah 'mengapa' mereka melakukannya. Kita juga perlu ingat bahwa beberapa orang sedikit lebih sensitif tentang nama mereka. Sama halnya, orang perlu berhenti menertawakan apa yang disebut nama 'unik' orang lain. Beberapa orang hanya perlu menjelaskan cara pengucapan nama mereka. Terutama jika kamu memiliki nama yang unik, atau nama yang didasarkan pada budaya: tidak semua orang tahu cara mengucapkannya. Kita juga tidak bisa mengharapkan orang untuk memahami segalanya dengan benar. Kita mungkin perlu menjelaskan nama kita sebelumnya, mungkin mengantisipasi pengucapan yang salah, atau tidak memberi mereka kesempatan untuk mengolok-olok nama kita. Di sisi lain, beberapa orang juga perlu mengkonfirmasi dengan bertanya, sebelum mengucapkan nama orang lain, dan penerima tidak perlu tersinggung jika seseorang mencoba! Pada dasarnya kita hanya perlu mencoba memahami posisi orang lain. Mungkin orang-orang perlu mencoba memahami isyarat sosial juga, dan berhati-hati.
Itu juga menjadi pelajaran bagi kita sebagai orang tua. Kita perlu berpikir jauh ke depan, sebelum memutuskan untuk memberikan nama yang unik kepada anak kita. Beberapa orang mewarisi nama belakang atau nama belakang budaya keluarga mereka, oleh karena itu mereka tidak punya pilihan, namun beberapa orang memilih untuk menjadi kreatif atau bahkan terlalu kreatif, dan memberi anak-anak mereka nama yang unik. Itu semua hak mereka, itu tidak salah sama sekali, selama kita memahami konsekuensi yang mungkin dihadapi anak-anak kita di masyarakat, terlebih lagi jika mereka berurusan dengan komunitas internasional.
Namun menggunakan 'micro-assault' agak terlalu keras bagi saya. Hal itu juga yang paling mengganggu daddy. Mengapa mereka harus menyebutnya sebagai ‘assault’ (penyerangan)? Dalam kata-katanya itu berarti sesuatu yang jauh lebih keras, dan jauh lebih disengaja. Ini tidak benar-benar memperhitungkan bahwa terkadang orang benar-benar tidak tahu cara pengucapan nama orang lain, dan secara tidak sengaja salah mengucapkannya. Ini juga menempatkan kesalahan seperti penyebutan nama yang salah ke dalam kategori yang sama dengan menampar, atau mendorong. Pada akhirnya, orang-orang benar-benar perlu sedikit rileks. Nama itu pribadi, tetapi tidak perlu terlalu dimasukkan ke hati.
Comments
Post a Comment